BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Filsafat adalah ilmu yang membahas tentang hakekat
sesuatu, baik yang bersifat teoritis ataupun yang bersifat praktis yakni
pengetahuan yang harus diwujudkan dengan amal baik. pada pengertian filsafat
islam yang merupakan hubungan dari filsafat dan islam. Filsafat islam adalah
filsafat yang tumbuh di negri islam dan dibawah naungan Negara islam, tanpa
memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya.
Al-Kindi merupakan salah satu tokoh
filosof muslim yang pernah hidup di zamannya. Dia adalah orang yang pertama
kali mengenalkan filsafat kepada orang-orang muslim, dan juga sebagai peletak
dasar bagi para filosof setelahnya. Apabila orang-orang muslim tadinya gamang
dan ragu terhadap filsafat, kini dengan hadirnya Al-Kindi menjadi yakin dan
dapat menerima filsafat.
Filsafat
bagi Al-Kindi ialah pengetahuan tentang yang benar. Yang benar pertama bagi
Al-Kindi ialah tuhan dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang
tuhan. Bahkan Al-Kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak filsafat,
telah mengingkari kebenaran, dan menggolongkannya kepada “kafir”, karena
orang-orang tersebut telah jauh dari kebenaran, walaupun menganggap dirinya
paling benar. Keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga
alasan: (1) ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, (2) wahyu yang
diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian dan,(3)
menurut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
Yang melatar belakangi pembuatan
makalah yang berjudul “AL-KINDI” unyuk membahas dan mengorek kembali riwayat
hidup, karya – karyanya dan filsafatnya. Karena Al-kindi sangat berpengaruh
sekali dalam filsafat islam, seperti para tokoh filsafat yang lain. Namun di
dalam makalah ini lebih membahas mengenai Al-kindi dan semua orang hanya
sebagain yagn tahutokoh – tokoh yang berperan besar dalam pemikiran filsafat
islam seperti halnya Al-kindi
Maka dari itu penulis akan membahas
tentang Al-kindi, seperti riwayat hidup Al-kindi, karya Al-kindi, dan filsafat
Al-kindi.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Riwayat Hidup Al-kindi ?
2.
Apa saja karya – karyanya Al-kindi ?
3.
Apa saja filsafat – filsafatnya Al-kindi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Al-kindi
1.
Biografi Al – kindi
Al-kindi
yang dikenal sebagai filosof muslim pertama keturunan Arab pertama, nama
lengkapnya yaitu Abu Yusuf Yakub ibn Ishaq ibn al-Shabbah ibn imran ibn
Muhammad ibn al-Asy’as ibn Qais al-kindi. Beliau populer dengan sebutan
Al-kindi, yaitu dinisbatkan kepada kindah, yakni suatu kabilah terkemuka pra
Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang menetap di Yaman.
Al-kindi
lahir di Kufah sekitar 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Kakek
buyut yakni al-Asy’as ibn Qais dan adalah salah satu sahabat Nabi yang gugur
bersama Sa’ad ibn Abi Waqqas ketika peperangan antara Kaum Muslimin dengan
Persia di Irak. Sedangkan ayahnya yakni Ishaq ibn al-Shabbah adalah seorang
gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (775-785 M) dan Al-Rasyid (786 –
809 M). Ayahnya wafat ketika Al-kindi masih kanak- kanak, namun Al-kindi tetap
memperolehkan kesempatan menuntut ilmu di Bashrah dan Baghdad.
Al-kindi
hidup pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah (Al-Amin, 809-813 M; Al-Ma’mun,
813-833 M; Al-Mu’tashim, 833-842 M; Al-Watsiq, 842-847 M dan Al-Mutawakkil,
847-861 M). Pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah dan berkembangnya intelektual,
khususnya fanam Mu’tazilah. Al-kindi di undang oleh Khalifah Al-Ma’mun untuk
mengajarkan pada Bait al-Hikmah dan
mengasuh Ahmad, putra Khalifah Al-Ma’tashim.melalui Bait al-Hikmah, Al-kindi
sangat dikenal dan berjasa dalam penterjemahan dan seorang pelopor yang
memperkenalka tulisan Yunani, Suriah, dan India kepada dunia.
Al-kindi
banyak menguasai ilmu yang mengembang pada waktu itu di Kufah dan baghdad
yaitu, kedokteran, filsafat, semantik, geometri, aljabar, ilmu falak,
astronomi, sehingga Al-kindi bisa mengubah lagu. Jadi, tidak heran kalau banyak
istilah-istilah yang dikembangkan oleh Al-kindi. Al-kindi tidak hanya dikenal
filsuf muslim, tapi juga ilmuan yang menguasai semua bidang pengetahuan seperti
matematika, geometri, astronomi, ilmu hitung, farmakologi, ilmu jiwa, optika,
politik, musik dll.[1]
2.
KARYA-KARYA
AL-KINDI
Sebagai
seorang filsuf muslim yang sangat produktif, ratusan karya dari Al-kindi dalam
berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah. Dalam bidang filsafat, yaitu :
a.
Kitab Al-kindi ila Al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah
al-Ula (tentang filsafat pertama)
b.
Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il
al-Manthiqiyyah wa al-muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi’iyyah (tentang filsafat yang dikenalkan dan masalah-masalah
logika, muskil, serta metafisika)
c.
Kitab fi annahu la Tanalu al-Falsafah illah bi ‘Ilm
al-Riyadhiyyah (tentang filsafat
tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika)
d.
Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles dalam kategorinya)
e.
Kitab fi Ma’iyyah al-‘Ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya)
f.
Risalah fi Hudud al-asyya’ wa Rusumiha (tentang difinisi benda-benda dan uraiannya)
g.
Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan)
h.
Kitab fi Ibarah al-Jawami’ al-Fikriyah (tentang umgkapa-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif)
i.
Risalah al-Hikmiyah fi asrar al-Ruhaniyah (sebuah tulisan
filosof tentang rahasi-rahasi spiritual)
j.
Risalah fi al-Ibanah an al-‘Illat al-Fa’ilat al-Qaribah
li al-kwan wa al-fasad (tentang
penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusaka).[2]
Dalam kitab dan risalahnya, al-kindi memaparkan bagaimana
kode - kode yang di uraikan. Teknik - teknik penguraian kode atau sandi – sandi
yang sulit dipecahkan juga dikupas tuntas dalam kitab dan risalahnya.
Hal yang paling penting lagi, dalam buku tersebut
al-kindi mengenalkan penggunaan beberapa teknik statistik untuk memecahkan
kode – kode rahasia. Bidang kriptografi ini
sangat dikuasai oleh al-kindi, lantaran al-kindi sendiri
merupakan seorang pakar di bidang matematika.[3]
3.
FILSAFATNYA
a)
Filsafat Al-kindi
Dalam risalahnya yang ditujukan kepada Al-Mu’tashim,
al-kindi menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan
tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang berfikir. Menurut Al-kindi,
filsafat ialah ilmu tentang hakikat (kebenaran) segala sesuatu menurut
kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keesaan (wahdaniyah), ilmu keutamaan (fadhilah), ilmu tentang semua tentang
semua cara meraih maslahat dan menghindar dari madharat.
Dalam keterangan Al-kindi terdapat unsur – unsur pikiran
dari Plato dan Aristoteles. Unsur Aristoteles yaitu pembagian filsafat kepada
teori praktis. Unsurt Plato yaitu definisinya , karena sebelum Al-kindi, Plato
telah mengatakan bahwa filosof adalah orang yangh menghiasi dirinya dengan
mencintai kebenaran serta menyelidiki, dan lebih mengutamakan jalan keyakinan
daripada jalan dugaan (zhan).
Jalan mencapai kebenaran telah digariskan oleh Plato dan
aliran Pythagoras. Plato mengatakan bahwa inti filsafat ialah mencintai,
mengatur, dan mengagungkan kekuatan akal dan hati. Aliran Pythagoras menetapkan
matematika sebagai jalan ke arah ilmu filsafat.
Dalam risalah lain yang berjudul Buku Aristoteles yang diperlukan untuk mempelajari. Begitu juga,
Pythagoras mengatakan bahwa matematika diperlukan juga untuk mempelajari buku –
buku tersebut.[4]
b)
Unsur
Pemikirannya
Karangan – karangan Al-kindi ditemukan oleh seorang
ahli ketimuran Jerman, yakni Hillmuth Ritter, di perpustakaan Aya Sosfia,
Istanbul, dan masih ada 29 risalah. Risalah – risalahnya ini membicarakan soal
– soal alam dan filsafat, yaitu 1) keesaan tuhan, 2) akal, 3) jiwa, 4) filsafat
pertama. Risalah – risalah tersebut sudah di terbitkan di Mesir oleh M. Abdul Hadi Aburaidah..
Adapun unsur – unsur filsafat yang ada pada
pemikiran Al-kindi yaitu, sebagai berikut :
1) Aliran
Pythagoras tentang matematika sebagai jalan kea rah filsafat;
2) Pikiran
– pikiran Aristoteles dalam soal – soal fisika dan metafisika, meskipun
Al-kindi tidak sependat dengan Aristoteles tentang qadimnya alam;
3) Pikiran
– pikiran Plato dalam soal kejiwaan;
4) Pikiran
– pikiran Plato dan Aristoteles bersama – sama dalam soal etika;
5) Wahyu
dan iman (ajaran – ajaran agama) dalam soal – soal yang berhubungan dengan
Tuhan dan sifat – sifatnya;
6) Aliran
Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat – ayat
Al-Qur’an. (A.. Hanafi, 1991 : 73 :74)[5]
c)
Metafisika
Adapun mengenai ketuhanan, bagi Al-kindi, Tuhan
adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Wujud-Nya tidak berakhir,
sedangkan wujud lain disebabkan wujud-Nya.[6]
Dalam persoalan metafisika Al-kindi membicarakan
beberapa risalahnya, yaitu risalah yang pertama berjudul Tentang Filsafat Pertama dan Tentang
keesaan Tuhan dan Berakhirnya Benda –
benda Alam. Pembicaraan dalam soal ini meliputi yaitu, hakikat Tuhan, Wujud
Tuhan, dan sifat – sifat Tuhan adalah sebagai berikut :
a) Hakikat
Tuhan
Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan
asalnya tidak ada kemudian menjadi ada. Ia sangat mustahil tidak ada. Ia selalu
ada dan akan selalu ada. Oleh karena itu, Tuhan adalah wujud sempurna yang
tidak didahului oleh wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada wujud,
kecuali dengan-Nya
b) Wujud
Tuhan
Untuk membuktikan wujud Tuhan, Al-kindi menggunakan
jalan, yakni : 1) barunya alam 2) keanekaragaman dalam wujud (katsrah fi al-mawjudah) dan 3) kerapian
alam.
Jalan yang pertama, Al-kindi menanyakan apakah
mungkin sesuatu menjadi sebab bagi wujud dinya, ataukah tidak mungkin.
Dijwabnya bahwa hal seperti itu tidaklah mungkin. Alam ini baru da ada
permulaan waktunya, karena ala mini terbatas. Oleh karena itu, pasti ada yang
menyebabkan alam ini terjadi (ada yang menjadikan).
Jalan yang kedua, Al-kindi mengatakan bahwa dalam alam
ini, baik alam indrawi maupun alam yang lain yang menyamai, tidak mungkin ada
keanekaragaman tanpa keseragaman, atau ada keseragaman tanpa keanekaragaman.
Kalau alam indrawi tergabung dalam keanekaragaman dan keseragaman bersama –
sama, hal ini bukan karena kebetulan, melainkan karena suatu sebab.
Jalan yang ketiga, yaitu jalan kerapian alam dan
pemeliharaan tuhan terhadapnya, Al-kindi mengatakan bahwa alam lahir tidak
mungkin rapid an teratur, kecuali karena adanya zat yang tidak tampak.[7]
c) Sifat
– sifat Tuhan
Keesaan Tuhan menjadi inti doktrin Mu’tazilah
sedemikian rupa sehingga para filsuf disebutkan “orang – orang (yang menjadikan) pengakuan akan keesaan
Tuhan sebagai dasar keyakinan mereka” (ahl al-tauhid). Didukung oleh bukti tema
– tema Mu’tazilah seperti keesaan Tuhan dalam penulisan filsafat Al-kindi,
Al-kindi diyakini sebagai “Filosof Teologi Mu’tazilah.[8]
Al-kindi membuktikan keesaan tersebut dengan
mengatakan bahwasannya bukan benda (huluyah, maddah), bukan form (shurah),
tidak mempunyai kuantitas, tidak mempunyai kualitas, tidak berhubungan dengan
yang lain (idhafah). Oleh karena itu, Tuhan adalah keesaan belaka, tidak
ada yang lain, kecuali keesaan itu semata. Begitu pula, Tuhan bersifat azali,
yaitu zat yang tidak bisa di katakan tidak ada, melainkan zat yang ada dan
wujud-Nya tidak bergantung pada lain-Nya, tidak ada yang menjadikan-Nya, dan
tidak ada sebab yang ada.
Zat yang azali tidak rusak (musnak). Tuhan tidak
bergerak, karena dalam gerak itu artinya ada pertukaran yang tidak sesuai dengan
wujud Tuhan yang sempurna. Karena zat yang azali itu bergerak, zaman (waktu)
tidak berlaku pada-Nya, karena itu adalah bilangan gerak. Kesimpulannya yaitu
bahwa Tuhan adalah sebab – pertama (first cause), di mana wujud-Nya
bukan karena sebab yang lain.[9]
d)
Jiwa
Adapun tentang jiwa, menurut Al-kindi roh tidak
tersusun, tetapi memiliki arti yang sangat penting, sempurna dan mulia.
Substansi roh berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama
dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual,
Ilaih, terpisah dan berbeda dari tubuh.
Roh adalah lain dari badan dan mempunyai wujud
sendiri. Argumen yang dimajukan Al-kindi tentang perlainan roh dari badan yaitu
keadaan badan mempunyai hawa nafs (carnal
desire) dan pemarah(passion). Roh
menentang keinginan hawa nafsu dan pemarah (passion).
Sudah jelas bahwa yang melarang idak sama, tetapi berlainan dari yang dilarang.[10]
Al-kindi berpendapat, Al-kindi lebih dekat kepada
pemikiran Plato ketimbang pendapat Aristoteles. Aristoteles mengatakan
bahwajiwa adalah bahau, karena jiwa adalah form
bagi badan. Form tidak bisa tinggal
tanpa materi, keduanya membentuk kesatuan esensial, dan kemusnahan badan
membawa kepada kemusnahan jiwa. Sedangkan Plato mengatakan bahwa kesatuan
antara jiawa dan badan adalah kesatuan accidental
dan temporer. Namun, Al-kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan bahwa jiwa
berasa dari alam ide.
Al-kindi berpendapat bahwa jiwa memiliki 3(tiga)
daya yaitu: daya bernafsu (appetative),
daya pemarah (irascible), dan daya
berfikir (cognitive faculty). Daya
berfikir ini disebut akal. Bagi Al-kindi akal terbagi 3 (tiga) yaitu :
1) Akal
yang bersifat potensial.
2) Akal
yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual.
3) Akal
yang telah mencapai tingkat tinggi keduadari aktualitas.
Akal yang bersifat potensial tidak dapat keluar
menjadi aktual jika tidak ada kekuatan yang mnggeakkannya dari luar. Oleh
karena itu ada lagi satu macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia,
yakni akal yang selamanya dalam aktualitas.
Jiwa atau roh selama berada dalam badan tidak akan
memperoleh kesenangan yang sebenarnya
dan pengetahuannya tidak sempurna. Hanya roh yang suci di dunia ini yang dapat
pergi ke Alam Kebenaran itu. Roh yang masih kotor dan belum bersih, pergi
dahulu ke bulan. Al-kindi tidak percaya pada kekekalan hukum terhadap jiwa,
tetapi menyakini bahwa pada akhirnya jiwa akan memperoleh keselamatan dan akan
naik ke Alam Akal.
Al-kindi berpendapat, jiwa adalah qadim, namun keqadimannya berbeda dengan qadimnya
Tuhan. Qadimnya jiwa karena diqadimkan oleh Tuhan.[11]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-Kindi adalah seorang
filosof yang berusaha mempertemukan agama dengan filsafat. Al-kindi
berupaya membuktikan bahwa berfilsafat tidak dilarang. Meski Al-Kindi
terpengaruh pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles dan memperlihatkan corak
Pythagorasme, namun dalam beberapa hal Al-Kindi tidak sependapat dengan para
filosof Yunani mengenai hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran islam
yang diyakininya.
Sebagai filosof islam pertama yang
menyelaraskan agama dengan filsafat, Al-kindi telah memberikan jalan keluar
bagi filosof sesudahnya, seperti Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.
B.
SARAN
Dengan keterbatasan pengetahuan, penulis memohon maaf apabila dalam
pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dalam segi penulisan maupun isinya. Namun penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis juga sangat berharap kritik dan saran dari
pembaca, agar dalam pembuatan makalah berikutnya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Hakim, Abdul Atang dan Saebani, Ahmad Beni, Filsafat Umum (Bandung : Pustaka Setia 2008 Cetakan ke-1) hlm
446-447
2. Nasution, Hamsyimsyah, Filsafat
Islam (Jakarta : GAYA MEDIA PRATAMA 2005 Cetakan ke-4) hlm 22-23
3. Nasr, Hossein Sayyed dan Leaman Oliver, ENSIKLOPEDI
TEMATIS FILSAFAT ISLAM (Londan dan New York : Routledge, 1996 Cetakan ke-1)
hlm 213
4. Nasution, Harun, Falsafat Dan
Mistisisme Dalam Islam (Jakarta : Bulan Bintang 1995 Cetakan ke-9) hlm 17
[1] Nasution, Hamsyimsyah , Filsafat
Islam ( Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005 Cetakan ke-4) hlm 15
[3] Wahyu, 99Ilmuan Muslim
Perintis Sains Modern (jogjakarta : DIVA Press 2010 Cetakan ke-1) hlm 254
[4] Hakim, Abdul Atang dan Saebani, Ahmad Beni, Filsafat Umum (Bandung : Pustaka Setia 2008 Cetakan ke-1) hlm 442 -
443
[5] Hakim, Abdul Atang dan Saebani, Ahmad Beni, Filsafat Umum (Bandung : Pustaka Setia 2008 Cetakan ke-1) hlm 441 -
442
[7] Hakim, Abdul Atang dan Saebani, Ahmad Beni, Filsafat Umum (Bandung : Pustaka Setia 2008 Cetakan ke-1) hlm
445-446
[8] Nasr, Hossein Sayyed dan Leaman Oliver, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam
(Londan dan New York : Routledge, 1996 Cetakan ke-1) hlm 213
[9] Hakim, Abdul Atang dan Saebani, Ahmad Beni, Filsafat Umum (Bandung : Pustaka Setia 2008 Cetakan ke-1) hlm
446-447
[10] Nasution, Harun, Falsafat Dan
Mistisisme Dalam Islam (Jakarta : Bulan Bintang 1995 Cetakan ke-9) hlm 17
[11] Nasution, Hamsyimsyah, Filsafat
Islam (Jakarta : Gaya Media Pratama 2005 Cetakan ke-4) hlm 22-23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar